Hak Cipta dan Kemiripan Visual Di Era Digital

DJKI Kementerian Hukum dan Hak Fundamental (Kemenkumham) menekankan bahwa karya video, gambar atau lukisan yang sudah dipublikasikan telah Merasakan pelindungan hak cipta.

JAKARTA – Banyak seniman telah memanfaatkan media sosial/media digital Sebagai memasarkan dan mempublikasikan karyanya, termasuk videografer dan pelukis. Berkat kemajuan era digital, karya memang menjadi mudah diketahui publik dan menemukan penikmatnya. Tetapi sayangnya, Lebih besar ancaman karya tersebut dijiplak.

Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan Hak Fundamental (Kemenkumham) menekankan bahwa karya video, gambar atau lukisan yang sudah dipublikasikan telah Merasakan pelindungan hak cipta. Menurut Undang-Undang (Aturantertulis) Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, hak ini bersifat deklaratif atau langsung dilindungi begitu diketahui orang lain tanpa harus dicatatkan Di DJKI.

“Pelindungan hak cipta sifatnya deklaratif artinya didapatkan pencipta begitu karyanya diwujudkan dan dipublikasi. Pencatatan Di DJKI sifatnya Sebagai memperkuat bukti kepemilikan Agar jika pencipta ingin menjual lisensi atau Memberi kuasa kepada pihak lain Karena Itu lebih mudah dan Valid,” ujar Direktur Hak Cipta dan Desain Industri Ignatius Mangantar Tua Di Selasa (26/6/2024), Di Kantor DJKI, Jakarta Selatan.

Ignatius Lalu menegaskan bahwa karya visual harus Memiliki wujud yang berbeda Untuk karya lainnya jika tidak ingin disebut plagiasi. Terinspirasi Dari karya lain diperbolehkan, tetapi apabila kemiripannya Didekat maka recreator harus mencantumkan nama pemilik karya asli.

“Hak moral tetap melekat Di pencipta Untuk Situasi Ini pemilik visual aslinya Agar namanya tetap harus disematkan Di karya recreate. Beda halnya jika ada keuntungan ekonomi Untuk karya recreate itu, maka kreator asli, pemegang hak, harus Menyambut Dibagian Untuk komersiliasi tersebut,” tutur Ignatius.

Para Stakeholder dan Komunitas apabila mengetahui ada konten visual yang sangat mirip Bersama konten lain. Stakholder dan Komunitas berhak melakukan penutupan, mensomasi, atau melarang dijiplaknya suatu karya adalah pemilik atau pemegang hak cipta sendiri. Hal ini sesuai Bersama pasal 120 Aturantertulis Hak Cipta.

Komunitas Pertama bisa melaporkan karya Di platform agar konten penjiplak Di suspend. Netizen juga bisa memberi tahu pemilik karya asli atau pemegang kuasa hak cipta Sebagai membuat pengaduan Di DJKI.

“Jika kontennya tidak diturunkan Dari penjiplak dan platform media sosial, pemegang hak bisa minta rekomendasi Di DJKI agar Kementerian Komunikasi dan Informatika menutup situs atau menurunkan konten yang bersangkutan,” katanya.

Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Hak Cipta dan Kemiripan Visual Di Era Digital