Direktur Eksekutif Cakramandala Institute Adhe Nuansa Wibisono, Ph.D. Foto/SINDOnews
Direktur Eksekutif Cakramandala Institute
Alumnus Inisiatif Studi Perlindungan Internasional – Turkish National Police Academy
Klaim Nine Dash Line China
SALAH satu masalah Perlindungan yang paling serius Di Asia Tenggara Pada ini adalah konflik klaim teritorial Antara China Di Negeri-Negeri Asosiasinegara-Negaraasiatenggara Di Laut China Selatan. China mengklaim hampir seluruh Daerah Laut China Selatan yang membentang Di 3,3 juta kilometer persegi dan Dari 2014 telah membangun pulau-pulau buatan yang dilengkapi Di pangkalan militer Di Kepulauan Spratly dan Paracel. Setidaknya terdapat enam Negeri yang Memperoleh klaim teritorial yang tumpang tindih Di perairan tersebut yaitu Filipina, Vietnam, Malaysia, Brunei, Indonesia dan Taiwan (Asia Maritime Transparency Initiative, 2021).
Klaim teritorial China Di Daerah perairan tersebut pertama kali dinyatakan Di tahun 1947 Lewat Prototipe “11 garis putus-putus” Di peta yang diterbitkan Dari pemerintahan nasionalis China. Partai Komunis China Lalu Memperkenalkan peta tersebut Di tahun 1949 dan menghapus dua garis Sebagai Menyediakan Semenanjung Tonkin kepada kelompok komunis Vietnam Utara. Dari sebab itu, Eleven Dash Line berubah menjadi Nine Dash Line. Di klaim itu terdapat kepulauan utama termasuk kepulauan Spratly dan Paracel dan termasuk Scarborough Shoal yaitu sekumpulan terumbu karang Di Didekat Filipina (Steve Mollman, 2016).
Indonesia, Vietnam dan Filipina keberatan dan menegaskan bahwa klaim China itu tidak Memperoleh landasan Di Konvensi UNCLOS 1982. China telah menandatangani UNCLOS Di tahun 1996, dimana Negeri-Negeri pesisir Menyaksikan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 200 mil laut Di pantai mereka. Di zona itu, mereka Memperoleh hak Penjelajahan tunggal atas sumber daya alam dan Negeri lain Memperoleh kebebasan navigasi dan penerbangan. Perairan Di jarak 12 mil laut adalah perairan teritorial dimana Negeri-Negeri Memperoleh kedaulatan penuh. ZEE juga berlaku Sebagai perairan Di Di pulau, Dari Sebab Itu siapapun yang bisa mengontrol Kepulauan Spratly dan Paracel juga Berencana Menyaksikan Daerah perairannya. Klaim Nine Dash Line China tidak hanya mencakup kepulauan strategis Di Daerah tersebut tetapi juga tumpang tindih Di ZEE beberapa Negeri Asosiasinegara-Negaraasiatenggara (UNCLOS,1982).
Di sisi lainnya, laporan Di Pentagon AS menyebutkan bahwa China Memperoleh angkatan laut terbesar Di dunia Di total kekuatan tempur Di 350 kapal Konflik Bersenjata dan kapal selam, dibandingkan Di 293 kapal Konflik Bersenjata AS. Laporan itu juga menyebutkan adanya pembangunan lapangan terbang dan hanggar Di Kepulauan Spratly yang memperluas Daerah operasi penerbangan militer China hingga mencapai Samudera Hindia. Samping Itu pangkalan militer China Di Kepulauan Spratly seperti Subi Reef, Fiery Cross Reef, Mischief Reef dan Cuarteron Reef Memperoleh sistem rudal anti-pesawat dan anti-kapal (Office of the Secretary of Defense, 2020).
Upaya Hubungan Luar Negeri Indonesia Di Natuna
Laut China Selatan berada Di Situasi status quo yang ada Di Daerah perairan internasional. Tetapi China terus melakukan upaya okupasi yang efektif Di mengirimkan Angkatan Laut dan coastguard-nya yang melewati Daerah Indonesia. Salah satu bentuk Hubungan Luar Negeri strategis dan jangka panjang yang dilakukan pemerintah Indonesia adalah upaya penamaan Laut Natuna Utara, yang Menyaksikan tentangan Di China. Langkah berikutnya adalah membuat Prototipe strategi Defender Di Pulau Natuna dimana pangkalan militer terluar ditempatkan disana (Yusliandi Ginting, 2023).
Pemerintah Indonesia juga sudah menjadikan Natuna masuk Inisiatif prioritas nasional Di Ide Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RJPMN) hingga tahun 2035. Inisiatif tersebut sudah mencakup turunan Inisiatif Defender, ekonomi dan politik Sebagai Pembuatan Natuna. TNI juga sudah membentuk Komando Gabungan Daerah Defender (KOGABWILHAN) dimana Daerah Barat panglimanya adalah Angkatan Laut dan berpusat Di Natuna, Daerah Di dipimpin Angkatan Udara berpusat Di Tarakan dan Daerah Timur dipimpin Angkatan Darat dan berpusat Di Papua (Richo Satria Hutama, 2023).
Pemerintah juga Menyusun Natuna Di Prototipe seperti Hawaii yaitu pangkalan militer yang berbasiskan Angkatan Laut dan juga menjadi status Internasional geopark UNESCO Sebagai natural border. Di sisi Hubungan Luar Negeri, Di adanya pengakuan UNESCO maka ada pengakuan dunia internasional bahwa kawasan Natuna adalah milik Indonesia. Samping Itu juga dilakukan upaya modernisasi militer Di Natuna Di memenuhi Minimum Essential Forces (MEF) seperti pembangunan barak-barak Sebagai batalyon komposit dan pembangunan pelabuhan Di Selat Lampa (Badan Nasional Pengelola Perbatasan, 2019).
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Upaya Hubungan Luar Negeri Strategis Indonesia Di Berjuang Di Ancaman Kedaulatan Di LCS