Wisata  

Kisah Gereja Katolik Tertua Di Pulau Dewata



Badung

Meski mayoritas beragama Hindu, tetapi ada juga penganut agama Katolik Di Bali. Malahan, ada gereja Katolik tertua Di Pulau Dewata. Simak kisahnya berikut ini:

Di sudut Desa Tuka, Dalung, Kuta Utara, Badung, berdiri sebuah gereja megah bernama Gereja Tritunggal Mahakudus. Gereja ini bukan sekadar tempat ibadah umat Katolik, tetapi juga saksi sejarah panjang Komitmen Kearifan Lokal Dunia dan kepercayaan agama Di Bali.

Berusia 87 tahun, katedral ini Memperoleh daya tarik unik Lewat arsitekturnya yang kental Bersama nuansa Bali.


Desa Tuka dikenal sebagai desa pertama Di Bali yang Memperoleh ajaran Katolik. Tokoh Kelompok setempat, I Gusti Ngurah Bagus Kumara, mengisahkan bahwa leluhur mereka yang Sebelumnya Itu beragama Hindu mulai memeluk Katolik Di awal abad Hingga-20.

Di tahun 1937, umat Katolik Di Tuka membangun sebuah gereja kecil yang sederhana Di sebelah barat desa, Bersama Dukungan seorang Hindu bernama I Gusti Made Rai Sengkug Bersama Banjar Pendem, Dalung.

“Beliau seorang asli Hindu,” tutur Ngurah Bagus Kumara, ditemui Di gereja, Rabu (25/12/2024).

Tetapi, Di tahun 1983, gereja ini dipindahkan Hingga lokasi Mutakhir Di timur desa. Relokasi ini tidak hanya Memberi ruang yang lebih luas tetapi juga menjadi momen penting Sebagai merevitalisasi arsitektur gereja Bersama Prototipe khas Bali.

Bangunan gereja yang Mutakhir pun diresmikan Di tahun 1987 Bersama Gubernur Bali Di itu, Ida Bagus Mantra.

Terinspirasi Bersama Pura Besakih

Untuk proses perancangan gereja Mutakhir, tokoh-tokoh Tuka terinspirasi Bersama keindahan dan kekuatan simbolik Pura Agung Besakih Di Karangasem.

“Dulu kami memutuskan bangunan gereja ini harus benar-benar yang bernilai Bali kuat. Bersama sekian yang ada, Di mana yang pas. Corak bangunan khas apa yang cocok. Lalu kami berpikir Sebagai Menerapkan gaya wantilan,” ujar pria yang Di ini Untuk menyusun Bacaan tentang sejarah kekatolikan Di Bali.

Mereka ingin bangunan gereja ini mencerminkan identitas Bali. Ide Sebagai Menerapkan desain wantilan – bangunan tradisional Bali yang biasa digunakan Sebagai pertemuan – menjadi landasan utama desain gereja.

Atap gereja dibuat tinggi berbentuk limas segi empat menyerupai wantilan, Sambil Itu pintu masuknya dirancang Bersama gaya angkul-angkul Bali lengkap Bersama dua pintu kecil Di kiri dan kanan.

Dibagian Ditengah gereja diperkuat Bersama pilar-pilar kayu berukir yang Di Bali dinamai adegan. Jumlahnya 41 tiang, ditambah empat tiang beton besar sebagai penopang utama.

Bangunan gereja dirancang secara terbuka menyesuaikan Prototipe wantilan Bali. Secara keseluruhan, bangunan ini mampu menampung lebih Bersama 500 orang jemaat.

Makna Filosofi Gereja

Dibagian altar gereja dihiasi Bersama ukiran kayu dan dinding Bersama bata merah serta batu padas. Sebuah pintu kayu Di altar menjadi akses Ke ruang penyimpanan benda-benda sakral seperti salib dan tabernakel, yang Memperoleh fungsi serupa Bersama gedong pasimpenan Untuk Kebiasaan Hindu Bali.

Di atas altar, terdapat aksara Bali bertuliskan ‘Ene anggan manira, ene rah manira’ yang berarti ‘Inilah tubuhku, inilah darahku.’

Ngurah Bagus Kumara, yang kini Ditengah menyusun Bacaan tentang sejarah kekatolikan Di Bali, menjelaskan bahwa ungkapan ini menekankan ketulusan dan pengorbanan, nilai-nilai yang dijunjung tinggi Untuk iman Katolik maupun Kearifan Lokal Dunia Bali.

Merayakan Natal Bersama Nuansa Kearifan Lokal Dunia Bali

Di perayaan Natal tahun ini, suasana khidmat terasa menyelimuti Gereja Tritunggal Mahakudus. Yang Menarik Perhatian, banyak umat Katolik Di Tuka tetap mengenakan Pengganti adat Bali Di beribadah.

Menurut Ngurah, Kebiasaan ini bukan sekadar bentuk penghormatan Pada leluhur tetapi juga simbol kecintaan Pada Kearifan Lokal Dunia.

Pemakaian udeng melambangkan penjernihan pikiran, Sambil Itu kamen yang dilipat Bersama kancut melambangkan penghormatan Pada ibu pertiwi.

“Bentuk hormat Pada ibu pertiwi dikuatkan Bersama kancut yang dibentuk mengerucut Hingga bawah Di melipat kamen. Nilai-nilai itu yang kami tanamkan,” jelas Ngurah.

Hiasan khas Bali seperti gebogan dan penjor pun turut memperindah gereja, mencerminkan Kejiwaan dan suka cita menyambut kelahiran Yesus Kristus.

Bersama perpaduan iman dan Kearifan Lokal Dunia yang begitu harmonis, Gereja Tritunggal Mahakudus Tuka tak hanya menjadi tempat ibadah tetapi juga simbol keberagaman yang kaya makna.

——-

Artikel ini telah naik Di detikBali.

Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Kisah Gereja Katolik Tertua Di Pulau Dewata