Pembantu Pemimpin Negara Penanaman Modal Asing/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia Menyediakan kuliah umum Ke Universitas Islam As Syafiiyah, Bekasi. Foto/istimewa
“Mulai 1 Juli Ke Di, pabrik Freeport Berencana mengolah konsentrat tembaga Di Timika Ke Gresik. Di satu tahun, pabrik ini Berencana menghasilkan 60 ton emas murni, 400.000 ton katoda tembaga, dan berbagai produk turunan lainnya,” ungkap Bahlil Di kuliah umum yang digelar Ke Universitas Islam As Syafi’iyah, Bekasi, Jumat (31/5/2024).
Bahlil melanjutkan, Pada ini pemerintah Indonesia juga Ditengah Merangsang PTFI Sebagai membangun smelter Ke Timika, Papua Ditengah, Didekat Di tambang Freeport. Permintaan ini beriringan Di Wacana pemerintah yang Berencana menambah jumlah saham milik Indonesia Ke PTFI menjadi 61% Ke 2041.
“Kita Lagi memikirkan, begitu aturannya keluar, kita Berencana mengakuisisi lagi sahamnya tambah 10%. Sekarang kan kita 51%, kita ingin Indonesia harus mayoritas lagi, negosiasinya sudah selesai dan Freeport setuju Sebagai penambahan saham 10% Ke 2041 Ke atas,” ucapnya.
Menurut Bahlil, pembangunan smelter dan proses divestasi saham Freeport merupakan Pada Di Inisiatif hilirisasi pemerintah, yang merupakan salah satu strategi Penanaman Modal Asing yang dilakukan Di Negeri Sebagai menciptakan lapangan pekerjaan Ke masa mendatang.
“Dunia Pada ini Lagi berbicara tentang green energy dan green industry. 2035 puncaknya bonus demografi, 65% penduduk Indonesia adalah usia produktif. Sebab itu kita harus mendesain Di sekarang agar bangsa kita tidak menjadi Negeri konsumtif,” imbuhnya.
Bahlil Menyediakan contoh, cadangan nikel Indonesia mencapai 25% Di total cadangan nikel dunia, Supaya pemerintah memutuskan Sebagai menghentikan Produk Ekspor bijih nikel Ke 2019. Keputusan tersebut berhasil Menyediakan nilai tambah Di perekonomian Indonesia.
“Nilai Produk Ekspor kita Sebagai nikel hanya USD3,3 miliar Ke 2017. Begitu kita stop Produk Ekspor bahan baku, kita bangun industrinya, kita bangun pabriknya Ke Indonesia, apa yang terjadi Ke 2023 kenaikannya menjadi USD33,5 miliar atau hampir Rp500 triliun,” imbuhnya.
Bahlil menyebut, banyak Negeri-Negeri maju yang tidak senang atas Keputusan Indonesia yang melarang Produk Ekspor bijih nikel. Malahan, Indonesia sempat digugat Di Uni Eropa Ke World Trade Organization (WTO) Yang Berhubungan Di Keputusan tersebut.
“Mereka takut Negeri kita kuat dan saya masih yakin bahwa ada sebagian Negeri lain yang tidak ingin Indonesia berdaulat Di mengelola kekayaannya sendiri,” katanya.
Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Wujudkan Inisiatif Hilirisasi, Pemerintah Minta PTFI Bangun Smelter Ke Timika