Jakarta –
Pasar Kwitang, Jakarta Pusat menjadi surga Untuk para pecinta Bacaan. Tetapi, kawasan itu tidak lagi menjadi ‘surga’ Untuk pedagangnya.
Hingga pasar itu, berjejer toko-toko Bacaan yang menjual berbagai macam jenis Bacaan, mulai Bersama Bacaan Mutakhir hingga Bacaan bekas Bersama harga yang terjangkau. Mencari Bacaan Pembelian Barang Bersama Luar Negeri atau pun lokal juga tidak sulit.
Tetapi, kemunculan era digital yang membuat belanja Bacaan dan membaca Bacaan bisa dilakukan Melewati gagdet, Pasar Kwitang sepi. Penjualan Bacaan merosot.
Mutakhir-Mutakhir kembali terkuak penurunan omzet pedagang Pasar Bacaan Kwitang, tidak main-main penurunan itu mencapai 80 persen.
Salma, salah satu pedagang Bacaan yang sudah berjualan Di 40 tahun Hingga Pasar Kwitang, merasakan Penurunan Permintaan itu. Justru, tak satu pun Bacaan terjual Di tiga hari beruntun.
“Turun itu benar, turun. Ini Di tiga hari saya satupun nggak ada yang keluar. Saya Bersama dulu itu nggak ada namanya satu hari nggak ada Bacaan keluar. Tapi, ini sekarang kosong. Masuk tahun 2024 ini anjlok banget,” Ujar Salma kepada detikTravel Selasa (11/6/2014).
Salma menyebut Penurunan Permintaan Bacaan Pada ini Justru lebih mengerikan dibandingkan Pada Wabah Internasional Covid-19. Salma menduga penurunan itu diakibatkan penjualan online yang kian menjamur.
Pasar Bacaan Kwitang (Natasha Kayla Ananta/detikcom)
|
Padahal menurutnya, membeli Bacaan langsung Hingga toko lebih menguntungkan pembeli. Selain bisa melihat bentuk Bacaan dan membaca Bacaan fisik secara langsung, pembeli juga bisa melakukan tawar-menawar harga.
“Tantangan beratnya sih cuma sekarang-sekarang aja pas ada online, Sebenernya kita mah enak-enak aje dagang pas ada online ada e-book itu ngaruh banget. Masih mendingan Covid, Lantaran kan Covid belajar Hingga Tempattinggal minimal dia beli Bacaan. Covid kan tiga tahun, udeh abis itu turun terus,” kata Salma.
Salma mengisahkan jumlah pembeli Hingga kawasan Pasar Bacaan Kwitang memang naik turun, tetapi penurunan tidak pernah separah Pada ini. Pada berjaya Ke 1990-an hingga awal 2000, Pasar Kwitang bisa penuh sesak Ke akhir pekan dan Hingga Ditengah pekan cukup ramai.
Momen terakhir yang diingat Salma Pada Pasar Kwitang ramai adalah Setelahnya kawasan itu dijadikan lokasi syuting Sinema Ada Apa Bersama Cinta.
Kini, Pasar Bacaan Kwitang hanya ramai dikunjungi pengunjung ketika Sabtu dan Minggu, serta musim pergantian tahun ajaran Mutakhir.
Selain perubahan kebiasaan pembeli dan pembaca Bersama luring menjadi daring, Salma menyebut, perubahan sistem kurikulum Belajar Hingga Indonesia juga sangat mempengaruhi penjualan Bacaan Hingga sana.
“Kalau dulu itu nggak berhenti lalu lalang pembeli. Bener-bener pasar. Apalagi, kalau tahun ajaran Mutakhir mulai masuk bulan tujuh itu terus rame. Sekarang kita pedagang ni bingung, Lantaran tu kurikulumnya ganti, bukunya diganti. Jangankan orang tua murid, kami pedagang pun pusing. Kita stok yang inim takutnya Ke nyari Bacaan pelajaran yang lain,” kata Salma.
Jika banyak Bacaan tak laku, para pedagang akhirnya memilih Sebagai meloakkan tumpukan Bacaan-Bacaan tersebut meski merugi.
“Kalau seumpama pake kurikulum yang lama, masih banyak. Hingga sini kalau dagang Bacaan terus ganti kurikulum kita harus jual (stok Bacaan) yang udah numpuk itu mau nggak mau kita kiloin. Sekilonya itu dibawa Hingga lapak cuma Rp 1.000,” kata dia.
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Pasar Bacaan Kwitang Melawan Zaman