Wisata  

Mitos Sosok Ikan Raksasa Penguasa Sungai Citarum



Jakarta

Sungai Citarum menyimpan mitos soal ikan raksasa yang menghuni Di dalamnya. Ikan itu bernama Kiai Layung. Seperti apa wujudnya?

Dahulu kala, ketika danau Bandung Purba Mutakhir surut, tersibaklah bukit-bukit kapur Di sepanjang Padalarang-Rajamandala yang kita kenal sekarang.

Manusia pun mulai mendiami kawasan-kawasan yang telah kering. Di Samping manusia, hidup pula tumbuh-tumbuhan, binatang darat, dan binatang air. Semuanya hidup damai Di bawah Kesejajaran yang dihadirkan dewata.


Bersama bukit-bukit kapur itu, terus Hingga sebelah barat, Di mana Sungai Citarum berada, ada sebuah kampung bernama Cihea. Di Cihea, tepatnya Di Pada Sungai Citarum ada sebuah leuwi, atau Pada sungai yang Untuk bernama Leuwi Dinding.

Sebab Untuk, air Di Leuwi Dinding nyaris selalu Untuk keadaan Damai. Airnya bersih. Di Leuwi itu, ada penunggunya. Lebih tepatnya, penguasa tempat itu. Yaitu, Kiai Layung.

Kiai Layung adalah makhluk air berupa ikan kancra raksasa. Jika umumnya kancra berukuran kecil-Untuk, maka Kiai Layung adalah pengecualian. Dia teramat raksasa.

Untuk “Asal-usul Hayam Pelung jeung Dongeng-dongeng Cianjur Lianna” tulisan Tatang Setiadi (2011), disebutkan mitos Kiai Layung, kancra raksasa penguasa Sungai Citarum.

Kiai Layung dipercaya sebagai orang sakti yang kena hukuman Bersama dewata Sebab orang tersebut berambisi menjadi yang terkuat Di bumi dan ingin menguasai surga.

Sebagai makhluk yang kena hukuman, Kiai Layung Harus menjalani ritual berjemur Di bawah sinar matahari senja atau Untuk bahasa Sunda disebut layung.

Untuk keheningan leuwi Bersama air yang Damai, Kiai Layung muncul Hingga bawah permukaan air dan berjaga Di Didekat batu pipih yang menghampar. Dia menghangatkan badannya Bersama cahaya itu.

Itu juga sebagai upaya agar dia suatu Pada bisa kembali menjadi manusia. Bertahun-tahun ketenangan leuwi itu dinikmatinya.

Betapa Damai hidup tanpa gangguan dan betapa senang Bersama keheningan itu, dia dapat Merasakan makhluk-makhluk lain hidup akur. Yang terpenting, melihat ikan-ikan kancra lain sebagai ikan kekasih dewata, hidup tanpa ada yang mengancam keselamatan.

Diganggu Badak

Hingga hari itu datang, ketenangan kawanan kancra yang dipimpin Kiai Layung terusik Bersama kehadiran badak-badak yang Berendam dan berkubang tanpa etika Di Di Leuwi Dinding. Sebab, banyak ikan-ikan kancra mati terinjak, tempat Berendam ikan-ikan itu juga menjadi keruh ulah para badak.

Walaupun bekas orang sakti, Kiai Layung yang kini berwujud ikan tidak kuasa Sebagai mengusir badak-badak bertubuh besar dan kuat itu. Jangankan Bersama ikan, Bersama lodaya pun badak-badak itu tak bergeming.

Maka, Kiai Layung perlu Dukungan, dan dia ingat betul siapa yang bisa menaklukkan kekuatan makhluk darat itu. Bersama “Aji Panggentra” yang masih dimilikinya, Kiai Layung yang ikan kancra itu memanggil manusia bernama Kiai Padaratan.

Dibantu Manusia Sakti

Aji Panggentra sampai kepada benak Kiai Padaratan dan Bersama senang hati dia segera menyusuri jalan, masuk Hingga hutan, Ke Hingga Leuwi Dinding. Tiba waktu senja berlumuran cahaya, Kiai Padaratan sudah tahu bahwa sosok yang memanggilnya adalah ikan kancra raksasa yang Untuk berjemur.

Sesudah mengemukakan situasi yang terjadi, terbersitlah rasa empati Kiai Padaratan kepada Kiai Layung dan bersedia membantunya Sebagai mengusir badak-badak tak punya etika itu.

Tetapi, Sebelumnya berpamitan Sebagai menjalankan aksinya, terjadi semacam kesepakatan tak tertulis Di kedua pihak. Sebagai manusia, Kiai Padaratan pasti Berencana selalu memerlukan air dan segala kehidupan yang terkandung Di Untuk sungai itu Sebagai kelangsungan hidup manusia.

Maka, Kiai Layung mengizinkan manusia Sebagai menggunakan air Di sepanjang Sungai Citarum Sebagai dimanfaatkan, juga membolehkan bangsa kancra dijadikan santapan Bersama manusia.

Badak Akhirnya Berhasil Diusir

Kiai Padaratan beraksi. Bersama kesaktiannya, dan kesaktian beberapa teman yang diajaknya, dia beradu fisik Bersama badak.

Tentu saja Bersama menggunakan senjata dan kemahiran silat, kelompok Kiai Padaratan perlahan-lahan bisa mendesak badak agar pergi meninggalkan kubangan mereka Di Didekat Leuwi Dinding.

Badak pergi bergerombol meninggalkan lokasi itu. Seiring berjalannya waktu, Leuwi Dinding kembali Hingga semula, menjadi leuwi yang Damai tempat Kiai Layung berjemur Di bawah layung, yang entah sampai kapan.

Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Mitos Sosok Ikan Raksasa Penguasa Sungai Citarum