Bisnis  

Lawan Perintah Jual Paksa, CEO TikTok Minta Keadilan Di Mahkamah Agung AS

TikTok Berencana membawa masalah larangan Alat Lunak itu Di Amerika Di Mahkamah Agung AS. FOTO/Ilustrasi

JAKARTA – CEO TikTok Shou Zi Chew berjanji Berencana membawa ancaman larangan Amerika Serikat (AS) atas Alat Lunak video pendek populer tersebut Di Mahkamah Agung AS, Sesudah Lembaga Proses Hukum federal AS Di hari Jumat mendukungundang-undangyang mengharuskan perusahaan induknya, ByteDance , mendivestasikan aplikasinya Di AS paling lambat 19 Januari 2025.

Berdasarkan putusan tersebut, seandainya perusahaan menolak, maka TikTok Berencana dilarang beroperasi Di Negeri Paman Sam tersebut. Chew Di hari Jumat mengatakan kepada staf Alat Lunak video tersebut bahwa mereka Berencana mencoba meminta Lembaga Proses Hukum Sebagai menghentikan pemberlakuan hukum tersebut.

“Langkah kami Berikutnya adalah mengajukan putusan Lembaga Proses Hukum atas larangan tersebut, sambil menunggu peninjauan Dari Mahkamah Agung AS,” tulis Chew Untuk memo kepada staf. “Walaupun berita hari ini mengecewakan, yakinlah kami Berencana melanjutkan perjuangan Sebagai melindungi kebebasan berbicara Di platform kami,” tulis Chew, seperti dilansir Internasional Times, Sabtu (7/12/2024).

Media AS The Information juga melaporkan tentang janji CEO TikTok Sebagai membawa masalah larangan tersebut Di Mahkamah Agung AS dan memo internalnya kepada staf. TikTok telah Berkata bahwa mereka Berencana mengajukan banding atas Tindak Kejahatan tersebut Di Mahkamah Agung AS.

“Mahkamah Agung Memiliki catatan sejarah yang mapan Untuk melindungi hak warga Amerika Sebagai berbicara bebas, dan kami berharap mereka Berencana melakukan hal itu Di masalah konstitusional yang penting ini. Sayangnya, larangan TikTok disusun dan didorong berdasarkan informasi yang tidak akurat, cacat, dan hipotetis, yang mengakibatkan penyensoran langsung Di rakyat Amerika,” kata TikTok Untuk sebuah pernyataan mengenai keputusan Lembaga Proses Hukum banding AS Sebelumnya.

Pernyataan tersebut Lebih Jelas mencatat bahwa larangan TikTok, kecuali dihentikan, Berencana membungkam suara lebih Didalam 170 juta warga Amerika Di Bangsa itu dan Di seluruh dunia Di tanggal 19 Januari 2025.

Di bulan April, Pemimpin Negara AS Joe Biden menandatangani undang-undang yang Melakukanupaya memaksa penjualan TikTok kepada investor AS atau Berusaha Mengatasi larangan yang efektif. Di bulan Mei, ByteDance, TikTok, dan sekelompok influencer media sosial mengajukan gugatan Di undang-undang tersebut, Didalam alasan undang-undang tersebut melanggar hak atas kebebasan berbicara. Akan Tetapi, Jumat lalu, panel Lembaga Proses Hukum banding federal memutuskan Sebagai menegakkan undang-undang tersebut.

American Civil Liberties Union (ACLU) juga mengecam keputusan Lembaga Proses Hukum banding AS tersebut. “Putusan ini menetapkan preseden yang cacat dan berbahaya, yang memberi pemerintah terlalu banyak kekuasaan Sebagai membungkam kebebasan berbicara warga Amerika secara daring. Melarang TikTok secara terang-terangan melanggar hak Amandemen Pertama jutaan warga Amerika yang menggunakan Alat Lunak ini Sebagai mengekspresikan diri dan berkomunikasi Didalam orang-orang Di seluruh dunia,” kata Patrick Toomey, wakil direktur Proyek Perlindungan Nasional ACLU, menurut sebuah pernyataan Di situsnya.

Di tanggal 14 Maret 2024, mengomentari pengesahan undang-undang Dari Lembaga Legis Latif AS yang Berencana meminta ByteDance Sebagai mendivestasikan TikTok, Kementerian Luar Negeri China mengatakan bahwa RUU tersebut menempatkan AS Di sisi yang salah Didalam prinsip-prinsip persaingan yang adil dan aturan Perdagangan Global.

“Jika ‘Perlindungan nasional’ dapat disalahgunakan Sebagai Memutuskan perusahaan-perusahaan pesaing Bangsa lain, maka tidak Berencana ada keadilan sama sekali. Adalah logika perampok belaka Sebagai mencoba segala cara Sebagai merampas semua hal baik yang mereka miliki Didalam pihak lain,” kata Wang Wenbin, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Pada itu.

Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Lawan Perintah Jual Paksa, CEO TikTok Minta Keadilan Di Mahkamah Agung AS