Ahli epidemiologi Untuk Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman, mengingatkan Area terdampak Genangan Air dan longsor Ke Aceh serta Sumatera Utara perlu berada Untuk Kebugaran siaga Pada kemungkinan munculnya kembali Peristiwa Pidana polio. Meski Indonesia telah Merasakan sertifikat bebas polio Ke 2014, risiko kemunculan kembali Gangguan lumpuh layu itu tidak pernah benar-benar hilang, seperti yang dilaporkan Ke Juni 2024.
Menurut Dicky, deklarasi bebas polio berarti tidak ada Mikroba polio yang Untuk beredar secara aktif Ke Komunitas, baik Mikroba polio liar (WPV) maupun vaccine-derived poliovirus (VDPV). Tetapi, Kebugaran tersebut tidak menghapus potensi reemergensi, terutama Ke Area Bersama sanitasi buruk dan cakupan imunisasi rendah.
“Risiko kembali munculnya Peristiwa Pidana tetap ada. Area Bersama sanitasi rendah dan imunisasi buruk seperti Aceh, termasuk Pidie Jaya, secara epidemiologis berada Untuk status kewaspadaan,” bebernya Pada dihubungi detikcom Senin (1/12/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bencana Perparah Risiko
Dicky menegaskan bencana Genangan Air dan longsor menciptakan lingkungan yang ideal Untuk transmisi Mikroba polio. Mekanisme penularan polio yang Melewati feses (tinja) membuat Gangguan ini sangat sensitif Pada kerusakan infrastruktur sanitasi.
“Pasca bencana, jamban rusak, akses air bersih terbatas, dan kontaminasi air Menimbulkan Kekhawatiran. Kebugaran seperti ini membuka jalur fecal oral transmission, Malahan Untuk Peristiwa Pidana polio asimptomatik yang tanpa Tanda-Tanda,” kata Dicky.
Ia mencontohkan beberapa Negeri yang pernah Merasakan lonjakan polio Setelahnya Genangan Air besar, seperti Nigeria, Pakistan, dan Yaman, ketika Mikroba yang semula tak terdeteksi kembali menyebar cepat akibat penurunan Standar sanitasi.
Selain faktor lingkungan, bencana juga menyebabkan terganggunya layanan Kesejajaran dasar. Ke beberapa Area Aceh dan Sumatera Utara, pelayanan puskesmas terhenti Sambil Itu Lantaran fasilitas terdampak atau akses jalan terputus. Kebugaran ini membuat imunisasi rutin, termasuk imunisasi polio, menurun drastis.
“Ketika layanan Imunisasi berhenti dan imunisasi anak tertunda, terbentuklah immunity gap Ke kelompok bayi dan anak kecil. Mereka menjadi kelompok paling rentan ketika Mikroba polio kembali beredar,” jelasnya.
Dicky menekankan pentingnya langkah cepat pemerintah Area dan pusat, termasuk penilaian risiko epidemiologis, pendirian posko imunisasi kejar, serta Perawatan sanitasi dasar Ke lokasi pengungsian. Pelatihan mengenai kebersihan tangan dan penggunaan fasilitas sanitasi aman juga harus diperkuat.
“Bencana harus direspons bukan hanya Bersama Dukungan Pengiriman, tetapi juga kesiapsiagaan Gangguan menular, termasuk polio. Kita tidak boleh mengulang Penghayatan Negeri lain yang kecolongan Setelahnya bencana,” tegasnya.
Halaman 2 Untuk 2
(naf/kna)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Epidemiolog Wanti-wanti Risiko Polio Muncul Lagi Pasca Bencana Aceh hingga Sumatera Utara











