DKPP Copot Hasyim Asy’ari, KMPKP Desak Lembaga Negara Berbenah dan Buat Pedoman Penanganan Tindak Kekerasan Gender

KMPKP mengapresiasi DKPP atas putusan tegasnya memberhentikan Hasyim Asy’ari sebagai Ketua dan Anggota Lembaga Negara. Foto/SINDOnews

JAKARTA – Kerja Sama Politik Kelompok Peduli Keterwakilan Perempuan (KMPKP) mengapresiasi Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP) atas putusan tegasnya memberhentikan Hasyim Asy’ari sebagai Ketua dan Anggota Lembaga Negara Periode 2022-2027. Hasyim Asy’ari dicopot Bersama jabatannya Lantaran terbukti melakukan tindakan asusila serta menyalahgunakan jabatan, wewenang, dan fasilitas Bangsa Untuk kepentingan pribadi.

”Pembatasan pemberhentian tetap adalah keputusan terbaik Untuk menghentikan segala bentuk Tindak Kekerasan Di perempuan dan menjadi pesan yang tegas bahwa tidak ada ruang atau pun toleransi Untuk pelaku Untuk menjadi Pada Bersama penyelenggara Pemilihan Umum Di Indonesia,” bunyi keterangan tertulis diterima SINDOnews, Jumat (5/7/2024).

KMPKP sendiri terdiri atas Sekjen Kerja Sama Politik Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati Tangka, Yayasan Kalyanamitra Listyowati, Direktur Eksekutif International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Iwan Misthohizzaman, Direktur Eksekutif NETGRIT Hadar Nafis Gumay dan Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati.

Di Itu, Wakil Koordinator Maju Perempuan Indonesia (MPI), Dosen Pemilihan Umum FHUI Titi Anggraini, Kadiv Kejahatan Keuangan Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha, Dosen FHUI dan Anggota Badan Pengawas Pencoblosan Suara 2008-2012 Wirdyaningsih, Lalu perwakilan Maju Perempuan Indonesia (MPI) sekaligus anggota Badan Pengawas Pencoblosan Suara 2008-2012 Wahidah Suaib. Ketua Dewan Pendiri Institut Perempuan Valentina Sagala dan Communication International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Intan Bedisa.

Di Putusan Nomor 90-PKE-DKPP/V/2024 terbukti bahwa terdapat relasi kuasa Di Pengadu dan Teradu Agar terjadi hubungan yang tidak seimbang. Situasi ini merugikan Pengadu selaku perempuan Lantaran berada Di posisi yang tidak dapat menentukan kehendak secara bebas dan logis. Alhasil, Teradu bisa melakukan Tindak Kekerasan Di korban Bersama memaksa dan menjanjikan sesuatu yang melanggar integritas dan profesionalitasnya sebagai Ketua sekaligus Anggota Lembaga Negara.

DKPP menegaskan Hasyim Asy’ari selaku Teradu telah menggunakan pengaruh, kewenangan, jabatan, dan fasilitas Bangsa Untuk Merasakan keuntungan pribadi. Di Itu, Teradu telah memanfaatkan berbagai situasi Di kapasitasnya sebagai Ketua Lembaga Negara Di melakukan tindakan yang memaksa dan menjanjikan sesuatu Di hal melakukan tindakan asusilanya.

Teradu terbukti melanggar Syarat Pasal 6 ayat (1) Pasal 6 ayat (2) huruf a dan c, Pasal 6 ayat (3) huruf e dan f, Pasal 7 ayat (1), Pasal 10 huruf a, Pasal 11 huruf a, 12 huruf a, Pasal 15 huruf a dan huruf d, Pasal 16 huruf e, dan Pasal 19 huruf f Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum. “Berdasarkan Gaya atas kecenderungan yang ada Di lingkungan penyelenggara Pemilihan Umum, Peristiwa Pidana Hukum Tindak Kekerasan berbasis gender Di lingkungan penyelenggara Pemilihan Umum telah Meresahkan tajam,” tulisnya.

Di periode 2017-2022, terjadi 25 Peristiwa Pidana Hukum Tindak Kekerasan seksual yang ditangani DKPP. Lalu Di 2022-2023, terdapat 4 Peristiwa Pidana Hukum. Sedangkan Di 2023 Meresahkan tajam sebanyak 54 perbuatan asusila dan pelecehan seksual yang dilaporkan Hingga DKPP. Berbagai Peristiwa Pidana Hukum tersebut terdiri Bersama pelecehan, intimidasi, diskriminasi, narasi seksis Di Kandidat perempuan, Tindak Kekerasan fisik, hingga Tindak Kekerasan seksual Di ranah privat maupun publik.

Justru berdasarkan temuan Bersama Kalyanamitra, misalnya terdapat pemaksaan perkawinan Bersama motif kepentingan Pemilihan Umum juga ditemukan Di Sulawesi Selatan. Bersama eskalasi Peristiwa Pidana Hukum yang Lebih Meresahkan, KMPKP menilai putusan DKPP ini menjadi langkah tegas sekaligus sinyal yang kuat Untuk terus mengukuhkan dan menjaga konsistensi perlindungan perempuan Di Pemilihan Umum.

”Putusan ini harus menjadi preseden Hingga Di Untuk ditegakkan secara konsisten bahwa tidak ada impunitas Di pelaku Tindak Kekerasan seksual, khususnya Di ranah Pemilihan Umum. Paradigma ini penting agar tidak mengendorkan semangat perempuan Untuk menjadi subjek penting Di Karya Pemilihan Umum Di Indonesia baik sebagai pemilih, penyelenggara, maupun peserta,” katanya.

Berdasarkan studi yang telah dirilis Kalyanamitra Di 24 Juni 2024, ditemukan faktor dan akar Tindak Kekerasan berbasis gender Di Pemilihan Umum 2024 adalah adanya ideologi patriarki dan norma gender, stereotip gender, ketimpangan relasi kekuasaan, kurangnya kesadaran dan Pembelajaran, kurangnya regulasi dan perlindungan, serta impunitas. Hal tersebut Menunjukkan penyelenggaraan Pemilihan Umum memang Berpeluang menjadi ruang yang rawan Untuk perempuan.

Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: DKPP Copot Hasyim Asy’ari, KMPKP Desak Lembaga Negara Berbenah dan Buat Pedoman Penanganan Tindak Kekerasan Gender