Surabaya –
Gedung Singa Ke Surabaya ‘dijaga’ Dari lukisan malaikat yang maknanya masih misterius. Seperti apa kisahnya?
Gedung Singa Dikatakan istimewa bukan Lantaran hanya patungnya. Tepat Ke atas pintu masuk, terdapat lukisan relief keramik yang kerap luput Di perhatian warga Surabaya.
Lukisan karya Jan Toorop itu menampilkan 2 orang perempuan Lagi menggendong anak Ke Di kanan dan kiri. Ke Ditengah-Ditengah mereka tampak sosok bersayap.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Peneliti heritage atau sejarah arsitektur asal Belanda, Petra Timmer menyebutkan bahwa sosok bersayap itu adalah ‘protective angle’ atau malaikat pelindung. Malaikat itu melindungi kedua perempuan yang berada Ke sampingnya.
Perempuan Ke sebelah kiri merepresentasikan perempuan Eropa berambut panjang berwarna keemasan Di gaun ala Eropa yang Lagi menggendong anaknya.
Sedangkan perempuan Ke sebelah kanan merepresentasikan perempuan Indonesia atau lebih spesifik perempuan Jawa yang terlihat Di pakaiannya, yakni kebaya.
Menurut Petra, lukisan itu sejalan Di latar Dibelakang Jan Toorop sebagai seorang Indo-Eropa kelahiran Purworejo yang dikenal kerap menggabungkan unsur Jawa dan Eropa Untuk karya-karyanya.
Ke Umumnya, Petra menyebutkan bahwa lukisan Jan Toorop itu merepresentasikan perusahaan asuransi yang melindungi seorang ibu dan anaknya Di ayahnya meninggal atau telah menjadi janda.
Ke Di Itu, Petra juga menyampaikan bahwa lukisan yang diciptakan Dari Jan Toorop ini juga dapat dimaknai sebagai hubungan baik Antara pekerja perempuan barat Di perempuan Jawa Ke perusahaan asuransi ini.
“Well, the insurance company says, we protect the mother and the child when the father dies, we protect them with money. They have life insurance, so they protect women, the widow, and the babies. But at the same time, the Dutch company connects east and west. They connect west and javanesse (Perusahaan asuransi berkata, kami melindungi ibu dan anak ketika sang ayah meninggal. Kami melindungi mereka Di uang. Mereka punya asuransi hidup, Karena Itu mereka melindungi wanita, janda dan anak-anak. Tapi Ke Di yang sama, perusahaan Belanda menghubungkan Barat dan Timur),” tutur Petra.
Lain halnya interpretasi tentang lukisan yang sama yang disampaikan Kuncarsono Prasetyo, peneliti sejarah Di Begandring Soerabaia. Dia membaca lukisan ini sebagai bentuk perlawanan halus Di penciptanya.
“Kolonialisme, Ke dasarnya, kerap hadir sebagai paksaan Ke permukaan. Tetapi, perlawanan Lewat karya justru menjadi hal yang Menarik Perhatian. Pemaknaan kolonialisme sebagai sesuatu yang dilawan Lewat ekspresi Karya Seni dan arsitektur Dari orang Eropa sendiri dinilai sebagai sikap yang unik,” kata Kuncar.
Di membaca latar Dibelakang Berlage, Kuncar menganggap penggambaran perempuan Jawa yang memeluk anak pribumi menangis dan berdampingan Di perempuan Eropa dan anak Eropa yang tertawa adalah simbol Di penindasan.
Menurut Kuncar, Hendrik Petrus Berlage selaku tokoh arsitektur modern dunia asal Belanda yang mengarsiteki bangunan Gedung Singa tersebut dikenal memang kritis Di kolonialisme.
|
Gedung Singa Surabaya Foto: Jihan Navira
|
Apalagi bangunan itu digunakan perusahaan asuransi kolonial yang bertransformasi menjadi Dibagian Di BUMN, Di Jiwasraya hingga sekarang dikelola IFG Life.
“Lukisan abstrak kan nggak ada keterangan Ke bawahnya, biar kita menafsirkan sendiri. Terkadang penafsiran Di karya itu kan disesuaikan Di karakter pembuat karyanya, kalau karakternya pemberontak biasanya karyanya pasti beda,” tegas Kuncar.
Penafsiran itu muncul belakangan, seiring pemahaman Di latar Dibelakang Berlage sebagai arsitek. Untuk konteks ini, karya itu juga bisa dibaca sebagai kesempatan Bagi Berlage bersama Jan Toorop Sebagai mengekspresikan kekesalan Di pemerintahannya sendiri.
Penikmat Sejarah, Bintang Rahadian Sukma juga menyoroti posisi kaki sosok figur bersayap Ke Dibagian Ditengah yang condong Ke arah perempuan Eropa. Bintang menafsirkan ini sebagai simbol ketimpangan layanan Ke masa kolonial.
“Banyak pemerhati sejarah yang Melakukanupaya memecahkan ya. Maksud Di kaki yang condong ini ditemukan bahwa sebenarnya Untuk pelayanan asuransi Ke zaman dulu, Walaupun pribumi boleh datang Ke sana, mereka masih menomorsatukan etnis golongannya yaitu orang-orang Eropa,” tutur Bintang Duta Wisata Cak dan Ning Surabaya itu.
Ke Di Itu, Bintang juga menafsirkan bulir gandum yang digambarkan segar Ke sisi perempuan Eropa, sedangkan gandum layu berada Ke sisi perempuan Jawa.
“Terinspirasi Di ayat alkitab yang menceritakan kisah Yusuf penafsir mimpi Lagi menerjemahkan arti mimpi raja firaun,” kata Bintang.
Mimpi yang dimaksud adalah sang Raja memimpikan sebuah negeri yang ia pimpin Berencana Merasakan 7 tahun masa panen dan 7 tahun masa paceklik. Angka 7 sendiri didapat Di jumlah gandum Ke lukisan Jan Toorop tersebut.
Hal tersebut menurut Bintang juga tercerminkan Di angka ‘1880’. Selain menandai tahun pendirian perusahaan, angka 8 merupakan jam pasir yang mampat. Jam pasir itu merepresentasikan kekeringan sedangkan jam pasir lainnya yang digambarkan lancar menandai kesuburan.
——-
Artikel ini telah naik Ke detikJatim.
(wsw/wsw)
Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Misteri Lukisan Malaikat yang Menjaga Gedung Singa Ke Surabaya











