Pentingnya Peran Keluarga Untuk Eliminasi Peristiwa Pidana TBC Ke Indonesia


Jakarta

Tuberkulosis merupakan Penyakit Menyebar kronis yang membutuhkan Terapi jangka panjang. Hanya saja tak sedikit pasien TBC yang akhirnya putus Terapi Sebab banyaknya stigma mengenai Gangguan ini.

Pasien TBC kerap Berjuang Didalam konsekuensi yang mengerikan Sesudah terdeteksi mengidap TBC. Mereka Berjuang Didalam berbagai hambatan Untuk kehidupan sehari-hari, serta isolasi dan penolakan Untuk keluarga dan komunitas masing-masing.

“Saya termasuk yang lama Untuk menjalani Terapi TBC. Saya Malahan harus putus kuliah kedokteran Sebab stigma yang besar Yang Berhubungan Didalam Gangguan ini,” kenang dr Farahdiba Zalika Fatah, seorang survivor TBC-XDR.


TBC-XDR atau extensively drug resistance adalah Gangguan TBC MDR disertai Didalam resistansi Pada golongan fluorokuinolon dan salah satu OAT injeksi lini kedua. Gangguan TBC-XDR merupakan tahap tingkatan hampir akhir Sebelumnya TBC TDR (totally drug resistance). Efek sampingnya lebih kompleks seperti dapat menyebabkan gagal jantung dan bakterinya lebih jago bermutasi dibandingkan Didalam yang Sebelumnya.

dr Farah tak pernah mengira Berencana Merasakan stigma yang begitu besar mengingat rekannya seharusnya lebih paham mengenai Upaya Mencegah dan penanganan TBC. Meski Merasakan Dukungan Untuk dosennya yang juga seorang Praktisi Medis, Farah berada Ke posisi terdesak Agar membuatnya harus cuti Untuk kuliah kedokteran.

Beruntung dia Memperoleh ibu yang selalu mendukung penuh dan memberinya Inspirasi Sebagai sembuh. Ibunya berperan sangat besar Untuk proses penyembuhan Farah Untuk TBRO yang diidapnya.

“Setiap hari harus bolak balik Hingga Fasilitas Medis kan nggak mudah. Alhamdulillah bersyukur, ada ibu yang selalu menemani,” kenang dia.

Akan Tetapi Farah tak menampik setiap pasien TBC tidak seberuntung dirinya. Kebanyakan orang Didalam TBC Merasakan stigma yang begtu berat Agar membuat mereka terpaksa menghentikan Terapi.

Guru Besar Tetap Untuk Bidang Ilmu Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr dr Erlina Burhan mengatakan salah satu stigma yang masih melekat kuat yakni TBC adalah Gangguan kutukan Agar orang yang terinfeksi harus dijauhi.

“TBC itu adalah Gangguan yang bisa disembuhkan dan bisa dicegah Karena Itu jangan dicap dia Karena Itu sampah Kelompok atau pola bukan terlalu dikucilkan, nggak boleh ada stigma Sebagai pasien TBC,” kata dr Erlina Pada berbincang Didalam detikcom, Senin (22/7/2024).

Stigma ini terjadi Sebab belum banyak keluarga yang paham bagaimana merawat orang Didalam TBC. Keluarga harus mengenal Gangguan tersebut, mengetahui pengobatannya, serta bagaimana Upaya Mencegah penularannya.

Keluarga Sesudah Itu Mendorong pasien Sebagai melakukan Terapi dan Perawatan Medis TBC yang tepat dan sampai tuntas. Pada proses penyembuhan yang berlangsung berbulan-bulan, orang Didalam TBC kerap merasa frustasi dan tertekan. Ke sinilah peran keluarga penting Untuk mendukung proses penyembuhan mereka.

“Merawat pasien TBC itu kalau bisa pakai masker, tapi kalau pengobatannya sudah dua bulan apalagi jika dahak pasien sudah negatif, itu sudah tidak menular Karena Itu nggak usah terlalu khawatir juga,” jelas dr Erlina.

Artikel ini disadur –> Detik.com Indonesia Berita News: Pentingnya Peran Keluarga Untuk Eliminasi Peristiwa Pidana TBC Ke Indonesia