Indonesia Berencana Jaga Laut China Selatan sebagai Kawasan Stabil dan Damai

Panglima Komando Armada I, TNI AL Laksda TNI Dr. Yoos Suryono Hadi, M.Tr (Han)., M.Tr. Opsla (Ditengah) Di berbicara Di webinar hybrid yang diselenggarakan Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) Di Jakarta Di Selasa (2/7/2024). Diskusi ini juga

JAKARTA – Indonesia ingin terus menjaga Laut China Selatan (LCS) sebagai kawasan yang stabil dan damai Bersama menghormati hukum internasional termasuk Di dalamnya UNCLOS tahun 1982. Tidak Berencana ada pihak yang diuntungkan jika terjadi konflik terbuka termasuk Untuk Indonesia. Justru, siapa pun yang terlibat Berencana sama-sama menanggung kerugian yang sangat mahal akibat konflik tersebut.

Panglima Komando Armada I, TNI AL Laksamana Muda (Laksda) TNI Dr. Yoos Suryono Hadi, M.Tr (Han)., M.Tr. Opsla mengungkapkan Indonesia ingin memposisikan sebagai penengah yang jujur Untuk klaim tumpang tindih dan Permasalahan Keselamatan pelayaran Di Laut China Selatan.

‘’Indonesia punya kepentingan menentang Aturan Nine Dash Line (China) dan traditional fishery China Di Area landas kontinen dan ZEE Indonesia Di Laut Natuna Utara,’’ ungkap Yoos Untuk Webinar Hybrid Bersama tema “Ancaman Konflik Di Laut China Selatan Pada Kedaulatan Indonesia” yang diselenggarakan Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) Di Jakarta Di Selasa, 2 Juli 2024.

Laksda TNI Yoos mengungkapkan Kawasan Laut China Selatan Memiliki dinamika yang tidak menentu. Di mana, ekskalasi konflik dapat Menimbulkan Kekhawatiran kapan saja. Di ini, ada enam Negeri claimant state yang terlibat Untuk klaim tumpang tindih Di Laut China Selatan. Mereka adalah China, Taiwan, Malaysia, Filipina, Vietnam dan Brunei Darussalam.

Adapun, Indonesia merupakan Negeri non claimant state Akan Tetapi klaim China Untuk Nine Dash Line-nya masuk Di Area landas kontinen dan ZEE Indonesia Di Laut Natuna Utara. China dinilainya tidak bisa melakukan klaim sepihak Area Laut China Selatan hanya berdasarkan data sejarah. Apalagi, Area landas kontinen dan ZEE Indonesia berdasarkan hukum internasional UNCLOS 1982.

Adapun, Filipina Di 2013 mengajukan klaim tumpang tindih Di Laut China Selatan Di Mahkamah Artibrase Organisasi Internasional Di Den Haag, Belanda. Dan hasilnya, Mahkamah tersebut Mengungkapkan klaim sepihak China adalah illegal. Di 12 Juli 2016, Mahkamah Artibrase itu memutuskan China tidak punya hak klaim atas Kepulauan Spratly dan Paracel Di Laut China Selatan. Akan Tetapi, China tidak mau menjalankan putusan tersebut sampai sekarang. ‘’Putusan Mahkamah Artibrase yang tidak dipatuhi China membuat ekskalasi konflik Di Laut China Selatan Supaya (konflik) bisa terjadi kapan saja,’’ jelasnya.

Menurut Pangkoarmada I, pihaknya telah melakukan berbagai langkah strategis Sebagai bisa menegakkan kedaulatan Di Laut Natuna Utara. Salah satunya, TNI AL telah memindahkan markas Armada I Untuk Jakarta Di Tanjung Pinang, Kepulauan Riau. Lalu, TNI AL juga telah memindahkan markas Gugus Tempur Laut Koarmada I Untuk Jakarta Di Natuna.

‘’Aturan ini tentu saja menggambarkan bahwa pimpinan TNI dan TNI AL Mengetahui potensi konflik Di Laut China Selatan Berencana dapat memengaruhi dan dapat menjadi ancaman Untuk kedaulatan Indonesia,’’ ungkap Laksamana Bintang Dua asal Magetan, Jawa Timur ini.

Sebagai Mengharapkan dan menjaga Keselamatan Di Laut Natuna Utara, Laksda Yoos mengungkapkan Koarmada I telah melakukan berbagai patroli gabungan Bersama Koops TNI AU. Selain pengamanan Di Laut Natuna Utara sebagai operasi utama, Koarmada I juga melakukan operasi terjadwal. Diantaranya operasi gabungan Bersama TNI AU Yang Berhubungan Bersama pengamanan ALKI I termasuk Di Perairan Natuna Utara.

Artikel ini disadur –> Sindonews Indonesia News: Indonesia Berencana Jaga Laut China Selatan sebagai Kawasan Stabil dan Damai